Risiko Kecacatan akibat Hipertensi

  • Terjadinya faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah tepi1 akibat hipertensi yang dapat mengakibatkan kecacatan dan kematian.
  • Pentingnya kesadaran dan kepatuhan pasien hipertensi dalam pengobatan.

Jakarta, 29 Agustus 2019 – Sekitar 26% populasi dunia atau sekitar 972 juta orang di tahun 2000 menderita hipertensi, dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada tahun 20252. Di Indonesia prevalensi hipertensi di tahun 2018 berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥ 18 tahun sebesar 34,1%. Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebanyak 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%)3.

 

Banyak pasien hipertensi yang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi karena seringkali tidak adanya gejala. Oleh karenanya hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau “silent killer”. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah tepi1. Jika tidak dikelola dengan baik, bukan hanya faktor risiko kematian yang dapat terjadi, namun juga meningkatnya risiko kecacatan akibat berkembangnya penyakit dan kerusakan organ penting tersebut. Misalnya, hipertensi dapat menyebabkan sekitar 50 persen stroke iskemik (penyumbatan) dan juga meningkatkan risiko stroke hemoragik (perdarahan)4. Stroke adalah penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang yang parah. Sebagian besar orang yang mengalami stroke juga memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi. Tekanan darah tinggi merusak arteri di seluruh tubuh, menciptakan suatu kondisi dimana arteri menjadi tebal dan kaku dan dapat pecah atau terjadi penyumbatan-penyumbatan. Hal ini terjadi juga pada pembuluh-pembuluh darah di otak akibat dari tekanan darah tinggi sehingga akan menimbulkan risiko stroke yang jauh lebih tinggi. Itulah sebabnya mengelola tekanan darah tinggi sangat penting untuk mengurangi risiko terkena stroke5.

 

Dr. Tunggul D.Situmorang,Sp.PD-KGH,FINASIM, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) mengatakan, ”Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila secara meyakinkan memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada sedikitnya 3x pengukuran dengan cara dan alat yang benar selang waktu satu menit dalam suasana yang tenang, keadaan cukup istirahat di klinik atau fasilitas layanan kesehatan. Bila “meragukan”, dianjurkan untuk di ulang-ulang pengukurannya oleh pasien sendiri di rumah (Home Blood Pressure Monitoring = HBPM) atau bila ada fasilitas dengan mengukur TD secara 24 jam terus menerus dengan alat khusus (Ambulatory Blood Pressure Monitoring = ABPM). Pasien harus memahami bahwa hipertensi primer tidak dapat sembuh total, tapi bisa dikendalikan tetap normal secara total.”

 

Untuk mengelola hipertensi agar mencapai tekanan darah sesuai target, dimulai dengan perubahan gaya hidup sehat, berat badan ideal dan mengurangi asupan garam. Kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan, pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala menjadi hal yang sangat penting dalam pengendalian hipertensi.

 

Dr. Tunggul juga menjelaskan bahwa sesuai dengan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019, pada pasien dengan tekanan darah ≥ 140 mmHg/≥ 90 mmHg diperlukan inisiasi obat untuk menurunkan tekanan darah. Di Indonesia sudah tersedia semua golongan obat-obatan pengendali tekanan darah, yaitu golongan: Calcium Channel Blocker (CCB), Diuretik, Penyekat Beta (Beta Blocker), Penyekat Alpha (Alpha Blocker), Anti Converting Enzyme Inhibitor (ACE inhibitor), Angiotensinogen Receptor Blocker (ARB), Central Blocker, Aldosteron Antagonist dan lain-lain. Saat ini, sesuai konsensus pemakaian obat pengendali tekanan darah dianjurkan secara kombinasi dari sejak awal pengobatan untuk mencapai tekanan darah sesuai target. Sudah terbukti bahwa pengendalian tekanan darah sesuai target dapat mencegah 35-40% kejadian stroke, 20-25% serangan jantung koroner dan > 50% kejadian gagal jantung. Fakta menunjukkan bahwa hipertensi umumnya tidak hanya sendiri, tapi selalu disertai adanya faktor risiko lain atau bersama-sama dengan keadaan/penyakit lain, misalnya diabetes, kolesterol dan lain-lain. Karena itu, pengobatan hipertensi tidak hanya sekedar menurunkan tekanan darah, tapi lebih dari itu, harus mengobati faktor risiko lainnya. Keputusan mengenai pemilihan golongan obat yang akan digunakan harus mengacu pada bukti studi klinis yang sudah ada (Evidence Base Medicine = EBM) yang disimpulkan menjadi Pedoman Baku (Guidelines) atau Konsensus. Tentunya masih banyak faktor yang turut menentukan, seperti pengalaman klinis dokter dan hal non-medik lainnya. Mencapai pengurangan maksimum dalam morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) kardiovaskular adalah tujuan utama dari pengelolaan hipertensi. Banyak studi yang dilakukan berbasis metode yang sahih untuk memastikan kemanjuran (potency), keamanan (safety) dan tolerabilitas obat anti-hipertensi. Misalnya penggunaan golongan Calcium Channel Blocker dalam hal ini Nifedipine OROS, baik sebagai pengobatan tunggal atau kombinasi dengan obat anti-hipertensi lainnya, memberikan pengobatan hipertensi yang efektif, aman dan ditoleransi dengan baik dalam spektrum yang luas bagi pasien hipertensi yang sudah terbukti dalam praktek pengobatan sehari-hari6.

 

Nifedipine dengan teknologi OROS (Nifedipine OROS) adalah Nifedipine berteknologi Osmotic-controlled Release Oral delivery System atau OROS, yang memungkinkan obat Nifedipine bertahan di dalam tubuh selama 24 jam dan menjaga tekanan darah tetap normal sepanjang hari.

 

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global berakibat peningkatan angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan termasuk di Indonesia. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi dan kurang dari 1 dari 5 penderita yang memeriksa kesehatannya ke Dokter7. Di Indonesia prevelensi hipertensi dengan jumlah penduduk 265 juta orang meningkat 34,1% pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2013 sebesar 27,8%3. Data IRR (Indonesian Renal Registry) 2017 menunjukkan bahwa hipertensi juga menjadi penyebab utama gagal ginjal sehingga menjalani cuci darah (dialisis). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%, diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi, dimana orang yang terdiagnosis hipertensi tersebut 32,3% tidak rutin minum obat dan 13,3% tidak minum obat. Alasan terbesar untuk tidak rutin dan tidak minum obat adalah penderita hipertensi telah merasa sehat. Hal ini terjadi karena banyak pasien yang beranggapan ia telah sembuh dari hipertensi manakala tekanan darahnya telah stabil dan cenderung menghentikan pengobatan3.

 

Hipertensi juga menjadi risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular. Menurut World Economic Forum 2015, Indonesia dalam kurun waktu 2012 – 2025 mengeluarkan biaya sebesar USD 4,47 trilyun atau sekitar USD 17.863 per kapita untuk Non Communicable Diseases/Penyakit Tidak Menular (kardiovaskular, kanker, penyakit paru kronis, diabetes dan kesehatan jiwa)8,9.

 

Untuk itulah edukasi masyarakat terkait hipertensi sebagai upaya pencegahan (preventive) sangat penting. Dibutuhkan suatu Gerakan Peduli Hipertensi (GPH) oleh seluruh lapisan masyarakat dan pembuat kebijakan utamanya media yang dilakukan secara berkelanjutan mengingat potensi risiko kecacatan dan kematian serta munculnya beban ekonomi bukan hanya bagi penderita dan keluarganya, namun juga bagi negara.

 

***

 

Referensi:
1. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019
2. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. Lancet. 2005 Jan 15-21;365(9455):217-23.
3. Riset Kesehatan Dasar 2018
4. https://www.world-heart-federation.org/resources/stroke-and-hypertension/
5. https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-pressure/health-threats-from-high-blood-pressure/how-high-blood-pressure-can-lead-to-stroke
6.  https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21591818
7.  http://ish-world.com/downloads/pdf/global_brief_hypertension.pdf
8. http://www.healthdata.org/sites/default/files/files/policy_report/2019/GBD_2017_Booklet.pdf
9. http://www3.weforum.org/docs/WEF-The-Economics-of-non-Disease-Indonesia-2015.pdf

 

Tentang Bayer

Bayer adalah perusahaan global dengan kompetensi di bidang Life Science terkait kesehatan dan pertanian. Produk serta layanan Bayer dirancang untuk memberikan manfaat dan menjawab tantangan utama yang muncul akibat populasi dunia yang terus bertambah dan menua. Group Bayer bertujuan untuk menciptakan nilai melalui inovasi, pertumbuhan dan daya penghasilan tinggi. Sebagai korporasi, Bayer memegang teguh prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dan brand Bayer merupakan perwujudan dari kepercayaan, reliabilitas, dan kualitas di seluruh dunia. Pada tahun fiskal 2018, Bayer mempekerjakan 117.000 orang dengan penjualan senilai Euro 39.6 miliar. Belanja modal sebesar Euro 2,6 miliar dengan biaya R&D senilai Euro 5,2 miliar. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi www.bayer.com atau www.bayer.co.id.

 

Kontak untuk Media:

Laksmi Prasvita
Head of Communications & Public Affairs

 

Sri Libri Kusnianti
Communications & Public Affairs Dept.
Telepon: +62 21 30491320
E-mail: sri.libri@bayer.com

 

Informasi lebih lanjut kunjungi : www.bayer.co.id atau www.bayer.com
Kunjungi Facebook kami : www.facebook.com/bayerindonesia
 

Lembar Fakta

Nifedipine dengan teknologi OROS (Osmotic-Controlled Release Oral Delivery System)

 

Nifedipine adalah Dihydropyridine (DHP) Calcium Channel Blocker (CCB) yang diindikasikan untuk pengobatan hipertensi.

 

Nifedipine dengan teknologi OROS (Osmotic-controlled Release Oral delivery System) yang merupakan teknologi canggih yang memungkinkan Nifedipine dilepaskan secara berkelanjutan dalam waktu 24 jam1-2. Efikasi Nifedipine dengan teknologi OROS (Nifedipine OROS) sebagai anti-hipertensi dan profil keamanan formulasi obat telah ditunjukkan dalam skala luas dan dalam studi klinis.3-5 Tablet Nifedipine OROS terdiri dari lapisan Nifedipine dan lapisan granul osmotik aktif yang dibungkus dengan lapisan luar semi permabel yang tidak larut dalam air1. Di lapisan luar ini terdapat lubang kecil/berpori dan setelah diminum, obat akan menyerap air untuk membuat suspensi/larutan nifedipine di dalam polimer/cangkang obat. Ketika polimer mengembang dan tekanan osmotik meningkat, suspensi obat didorong keluar perlahan (dalam kurun waktu 24 jam) melalui lubang yang dibuat pada tablet obat1.

 

Teknologi OROS ini yang tidak dipergunakan dalam formulasi Nifedipine generik.

 

Nifedipine dengan teknologi OROS efektif dan stabil dalam menurunkan tekanan darah4 :

Berdasarkan penelitian INSIGHT – yang melibatkan 6321 pasien dengan hipertensi yang diberikan obat co-amilozide atau Nifedipine OROS4:

  • 58% pasien yang diobati dengan Nifedipine OROS mencapai target tekanan darah yang direkomendasikan sesuai pedoman: < 140/90 mmHg4
  • 69% pasien tetap menggunakan terapi tunggal dengan Nifedipine OROS setelah 48 bulan4
     

Referensi:

1.    Grundy JS, et al. Clin Pharmacokinet. 1996;30:28-51.
2.    Meredith PA, et al. Integr Blood Press Control. 2013;6:79-87.
3.    Mancia G, et al. J Hypertens 2002;20:545-53.
4.    Brown M, et al. Lancet 2000;356:366-72.
5.    Mancia G, et al. Hypertension 2003;41:431-6.

 

PP-ADA-ID-0022-1